Padang,Pikiranrakyatnews.my.id-- Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) merupakan zat-zat yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dan menyebabkan perubahan kesadaran, perilaku, dan kesehatan. Penyalahgunaan NAPZA dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu, keluarga, masyarakat, dan negara, baik dari segi fisik, psikologis, sosial, ekonomi, maupun hukum.
Pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan NAPZA merupakan kelompok yang rentan dan membutuhkan bantuan medis, intervensi psikososial, dan informasi yang diperlukan untuk meminimalisasi risiko yang dihadapinya.
Melalui program ini, pasien berhak mendapatkan pelayanan kesehatan rehabilitasi NAPZA yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi fisik, mental, sosial, dan spiritual mereka.
Pelayanan kesehatan rehabilitasi NAPZA dapat dilakukan di berbagai jenis fasilitas kesehatan, seperti pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), rumah sakit (RS), atau lembaga rehabilitasi. Pelayanan kesehatan rehabilitasi NAPZA meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan rehabilitasi NAPZA diatur oleh berbagai peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, penyelenggara layanan rehabilitasi NAPZA, dan pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan NAPZA itu sendiri.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Institusi Penerima Wajib Lapor, yang mengatur tentang penyelenggaraan IPWL sebagai acuan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, IPWL, dan pecandu narkotika yang datang secara sukarela, dalam proses penyidikan, penuntutan, persidangan, maupun penetapan/putusan pengadilan.
PERMASALAHAN MIKRO
Berikut adalah beberapa permasalahan mIkro yang ada pada penyalahguna narkoba: Penyalahguna narkoba mengalami gangguan kesehatan jiwa, seperti depresi, kecemasan, psikosis, halusinasi, delusi, dan paranoia. Penyalahguna narkoba mengalami ketergantungan fisik dan psikologis terhadap narkoba, sehingga sulit untuk berhenti atau mengurangi pemakaian.
Penyalahguna narkoba mengalami kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan rehabilitasi narkoba, karena kurangnya informasi, stigma, biaya, jarak, atau ketersediaan fasilitas
Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) yang cukup tinggi. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI, prevalensi penyalahgunaan NAPZA pada usia 10 tahun ke atas mencapai 1,05% atau sekitar 2,7 juta orang di Indonesia. Menurut data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), pada tahun 2020 terdapat sekitar 4,2 juta pengguna NAPZA di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sekitar 25% di antaranya adalah remaja dan 30% merupakan pengguna narkoba berat.
Di Sumatera Barat, penyalahgunaan NAPZA juga menjadi masalah yang cukup besar. Menurut data dari BNN Provinsi Sumatera Barat, pada tahun 2020 terdapat sekitar 10.000 pengguna NAPZA di Sumatera Barat. Dari jumlah tersebut, sekitar 15% di antaranya adalah remaja dan sebagian besar merupakan pengguna narkoba jenis sabu-sabu.
Tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang Napza kurang. Keluarga kurang mengetahui apa-apa saja yang harus diperhatikan oleh keluarga dalam merawat klien di rumah. Klien saat dirumah dalam keadaan yang kurang terkontrol kegiatannya, sehingga niat pasien untuk sembuh menjadi rendah dam relaps. Dari data Laporan Poli Rehabilitasi NAPZA Rawat Jalan tahun 2021, total kunjungan yaitu sebanyak 151 klien. Pada Tahun 2022 angka kunjungan klien rehabilitasi NAPZA rawat jalan meningkat yakni total kunjungan 172 klien. Terdapat peningkatan kunjungan rawat jalan di Poli NAPZA dari tahu 2021 ke 2022. Ini memberikan petunjuk bahwa setiap tahun jumlah orang yang menyalahgunakan NAPZA makin meningkat
Pada Tahun 2023 buku RIHANNA mulai diberikan pada klien poli rehabilitasi NAPZA rawat jalan mulai pada bulan Februari 2023. Dari data laporan poli rehabilitasi NAPZA rawat jalan didapatkan data bahwa angka kunjungan poli rehabilitasi NAPZA sampai bulan April ada 53 kunjungan. Dengan adanya buku RIHANNA diharapkan bisa efektif dalam meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka relaps klien NAPZA dan membantu keluarga dalam merawat klien NAPZA di rumah, serta meningkatkan kualitas perawatan dan pengelolaan klien.
No comments:
Post a Comment