![]() |
Ilustrasi |
PR--- Anak Tandai memang luar biasa. Setiap hari puluhan peserta didik dari berbagai jenjang pendidikan harus siap menghadang maut.
Di pedalaman Solok Selatan, Sumatera Barat, terdapat empat jorong atau dusun yang nama awalnya sama-sama Tandai. Yakni, Tandai Induk, Tandai Simpang Tigo, Tandai Ateh dan Tandai Bukik Bulek.
Perjuangan anak-anak keempat Tandai ini menuntut ilmu di kampung mereka yang disebut-sebut berada dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) sungguh menggetirkan.
Pagi masih buta ketika puluhan bocah-bocah yang tinggal di kawasan Tandai, Nagari Lubuak Gadang Timur, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, berangkat ke sekolah, Rabu (19/7/2017). Tidak ada mobil atau sepeda motor yang mengantar mereka. Jalan kaki menjadi sarapan rutin setiap harinya.
Jalanan yang belum diaspal dan berlumpur di musim hujan, membuat sebagian besar bocah-bocah itu berkaki ayam saja. Sepatu pembelian orang tua mereka yang umumnya berpenghasilan pas-pasan, terpaksa dijinjing atau dibungkus dengan kantong plastik yang disimpan dalam tas.
Pemandangan ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Tepatnya sejak pemerintah bersama warga sekitar membangun unit SD, 1 MIS, 1 SMP, dan 2 PAUD di kawasan Tandai.
Suhartono mengakui, perjuangan anak-anak di kampungnya ke sekolah, memang sangat berat. Tidak jarang, bocah-bocah itu tergelincir saat melewati medan jalan yang licin. Membuat seragam sekolah mereka berkubang lumpur. Tidak jarang pula mereka digigit acik (lintah kecil) dan ketemu ular berbisa di perjalanan.
Paling menggetirkan, tentunya saat musim hujan tiba. Bandar air di sepanjang perkampungan Tandai, tidak mampu menahan debit hujan. Membuat daerah ini selalu langganan banjir.
“Untuk banjir, di sini tidak perlu menunggu hujan seharian. Satu atau dua jam saja hujan, maka air banda kecil di tepi jalan ini sudah meluap dan merembes ke jalan,” kata Suhartono.
Ketika banjir itu terjadi, menurut Suhartono, anak-anak Tandai sering bertaruh nyawa ke sekolah mereka.
“Sudahlah melewati jalan tanah yang belum diaspal, anak-anak kami harus menahan arus bandar air yang meluap ke jalan. Bila tidak kuat, bisa-bisa mereka hanyut dan tenggelam,” cerita Suhartono.
Lelaki ini tentu tidak asal bicara. Dua kepala jorong atau kepala dusun di kawasan Tandai juga pernah menceritakan hal yang sama kepada wartawan. Mereka adalah Kepala Jorong Tandai Induk Arzen dan Kepala Jorong Tandai Simpang Tigo Ali Akbar.
Menurut Arzen dan Ali Akbar, beberapa waktu lalu, saat hujan besar mengguyur kawasan Tandai, air bandar yang meluap ke badan jalan, menghanyutkan seorang bocah SD. Untung saja, ada warga yang menyelamatkan bocah malang itu.
Kondisi jalan yang dilewati anak tandai ke sekolah
Di pedalaman Solok Selatan, Sumatera Barat, terdapat empat jorong atau dusun yang nama awalnya sama-sama Tandai. Yakni, Tandai Induk, Tandai Simpang Tigo, Tandai Ateh dan Tandai Bukik Bulek.
Perjuangan anak-anak keempat Tandai ini menuntut ilmu di kampung mereka yang disebut-sebut berada dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) sungguh menggetirkan.
Pagi masih buta ketika puluhan bocah-bocah yang tinggal di kawasan Tandai, Nagari Lubuak Gadang Timur, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, berangkat ke sekolah, Rabu (19/7/2017). Tidak ada mobil atau sepeda motor yang mengantar mereka. Jalan kaki menjadi sarapan rutin setiap harinya.
Jalanan yang belum diaspal dan berlumpur di musim hujan, membuat sebagian besar bocah-bocah itu berkaki ayam saja. Sepatu pembelian orang tua mereka yang umumnya berpenghasilan pas-pasan, terpaksa dijinjing atau dibungkus dengan kantong plastik yang disimpan dalam tas.
Pemandangan ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Tepatnya sejak pemerintah bersama warga sekitar membangun unit SD, 1 MIS, 1 SMP, dan 2 PAUD di kawasan Tandai.
Suhartono mengakui, perjuangan anak-anak di kampungnya ke sekolah, memang sangat berat. Tidak jarang, bocah-bocah itu tergelincir saat melewati medan jalan yang licin. Membuat seragam sekolah mereka berkubang lumpur. Tidak jarang pula mereka digigit acik (lintah kecil) dan ketemu ular berbisa di perjalanan.
Paling menggetirkan, tentunya saat musim hujan tiba. Bandar air di sepanjang perkampungan Tandai, tidak mampu menahan debit hujan. Membuat daerah ini selalu langganan banjir.
“Untuk banjir, di sini tidak perlu menunggu hujan seharian. Satu atau dua jam saja hujan, maka air banda kecil di tepi jalan ini sudah meluap dan merembes ke jalan,” kata Suhartono.
Ketika banjir itu terjadi, menurut Suhartono, anak-anak Tandai sering bertaruh nyawa ke sekolah mereka.
“Sudahlah melewati jalan tanah yang belum diaspal, anak-anak kami harus menahan arus bandar air yang meluap ke jalan. Bila tidak kuat, bisa-bisa mereka hanyut dan tenggelam,” cerita Suhartono.
Lelaki ini tentu tidak asal bicara. Dua kepala jorong atau kepala dusun di kawasan Tandai juga pernah menceritakan hal yang sama kepada wartawan. Mereka adalah Kepala Jorong Tandai Induk Arzen dan Kepala Jorong Tandai Simpang Tigo Ali Akbar.
Menurut Arzen dan Ali Akbar, beberapa waktu lalu, saat hujan besar mengguyur kawasan Tandai, air bandar yang meluap ke badan jalan, menghanyutkan seorang bocah SD. Untung saja, ada warga yang menyelamatkan bocah malang itu.
Kondisi jalan yang dilewati anak tandai ke sekolah
![]() |
Kondisi jalan yang berlumpur |
Menariknya, meski setiap hari harus melewati jalan tanah yang berlumpur dan langganan banjir, namun-anak di kawasan Tandai tetap bersemangat ke sekolah. Ayah dan ibu mereka terus mendorong, agar bocah-bocah itu rajin belajar. Sehingga kelak menjadi “orang besar” yang bisa membangun kampung mereka.
“Anak-anak di kampung kami tetap bersemangat ke sekolah. Walaupun jalan belum diaspal dan sering banjir. Orang tua mereka juga mendukung. Sebab kami percaya, pendidikan itu memang penting,” kata Arzen dan Ali Akbar.
Ini dibenarkan Syahril, salah seorang Kepala SD di Gugus Tandai. Menurut Syahril, murid-muridnya memiliki kemauan dan tingkat belajar yang tinggi. Meskipun hari sedang hujan, namun anak-anak tetap sekolah. Ini pula yang membuat guru-guru menjadi bersamangat.
“Semangat anak dalam belajar tidak kurang. Yang kurang itu di kawasan Tandai hanya fasilitas dan sarana prasarana pendidikannya saja. Namun, kami bersama guru-guru dan masyarakat tidak patah arang,” kata Syahril.
Disisi lain, Pemerintah Kabupaten Solok Selatan sebenarnya sudah mengetahui, perjuangan anak-anak kawasan Tandai di Nagari Lubuak Gadang Timur, dalam menima ilmu di sekolah. Dipimpin Bupati Muzni Zakaria, Pemkab Solok Selatan terus berupaya, bagaimana Landai bisa bangkit dari keterisolira.
Namun dilemanya, keempat Tandai yang ada di Lubuak Gadang Timur, disebut-sebut berada dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Taman nasional terbesar di Sumatera yang sudah diterima Unesco sebagai situs warisan dunia ini tidak bisa sembarang diusik.
Untuk mengatasi dilema ini, Pemkab Solok Selatan sebagaimana dibenarkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Hanif Rasimon kepada wartawan, sudah pernah melakukan kajian bersama pengelola TNKS. Dari kajian panjang itu, status empat jorong di kawasan Tandai, sudah diturunkan dari zona konservasi menjadi zona khusus dan zona pemanfataan.
Dengan status baru itu pula, Pemkab Solok Selatan berencana mengalokasikan angggaran untuk pembangunan jalan ke kawasan Tandai. Alokasi anggaran untuk jalan ini terus ditunggu-tunggu oleh sekitar seribu kepala keluarga yang tinggal di kawasan Tandai. Sebab, mereka tak ingin lagi, generasi penerus menjinjing sepatu ke sekolah.
“Anak-anak di kampung kami tetap bersemangat ke sekolah. Walaupun jalan belum diaspal dan sering banjir. Orang tua mereka juga mendukung. Sebab kami percaya, pendidikan itu memang penting,” kata Arzen dan Ali Akbar.
Ini dibenarkan Syahril, salah seorang Kepala SD di Gugus Tandai. Menurut Syahril, murid-muridnya memiliki kemauan dan tingkat belajar yang tinggi. Meskipun hari sedang hujan, namun anak-anak tetap sekolah. Ini pula yang membuat guru-guru menjadi bersamangat.
“Semangat anak dalam belajar tidak kurang. Yang kurang itu di kawasan Tandai hanya fasilitas dan sarana prasarana pendidikannya saja. Namun, kami bersama guru-guru dan masyarakat tidak patah arang,” kata Syahril.
Disisi lain, Pemerintah Kabupaten Solok Selatan sebenarnya sudah mengetahui, perjuangan anak-anak kawasan Tandai di Nagari Lubuak Gadang Timur, dalam menima ilmu di sekolah. Dipimpin Bupati Muzni Zakaria, Pemkab Solok Selatan terus berupaya, bagaimana Landai bisa bangkit dari keterisolira.
Namun dilemanya, keempat Tandai yang ada di Lubuak Gadang Timur, disebut-sebut berada dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Taman nasional terbesar di Sumatera yang sudah diterima Unesco sebagai situs warisan dunia ini tidak bisa sembarang diusik.
Untuk mengatasi dilema ini, Pemkab Solok Selatan sebagaimana dibenarkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Hanif Rasimon kepada wartawan, sudah pernah melakukan kajian bersama pengelola TNKS. Dari kajian panjang itu, status empat jorong di kawasan Tandai, sudah diturunkan dari zona konservasi menjadi zona khusus dan zona pemanfataan.
Dengan status baru itu pula, Pemkab Solok Selatan berencana mengalokasikan angggaran untuk pembangunan jalan ke kawasan Tandai. Alokasi anggaran untuk jalan ini terus ditunggu-tunggu oleh sekitar seribu kepala keluarga yang tinggal di kawasan Tandai. Sebab, mereka tak ingin lagi, generasi penerus menjinjing sepatu ke sekolah.
No comments:
Post a Comment