Lembata(NTT).PR-- "Tugas Pemerintah adalah melindungi Pekerja
Migran melalui pembuatan kebijakan. Dengan semangat Taan Tou
(persatuan), Pemerintah Lembata bersinergi dengan seluruh pemangku
kepentingan untuk menjalankan kewajiban tersebut, salah satunya melalui
penetapan Peraturan Daerah No. 20 tahun 2015 tentang Perlindungan
Pekerja Migran di Lembata" demikian disampaikan Wakil Bupati Lembata
dalam Sosialisasi dan Jaring Masukan Daerah Persiapan Dialog Pelaporan
Indonesia mengenai Implementasi Konvensi Pekerja Migran PBB di Lembata,
NTT (20/6)
Lebih lanjut, beliau menjelaskan mengenai isi Perda 20/2015 yang mengatur: pola migrasi dan hak-hak fundamental berbasis HAM yang sejalan dengan kewajiban dalam Konvensi; rumah pelayanan perantau dan rumah singgah di nunukan; dan penyelenggaraan BLK. Secara spesifik, Perda juga mengatur mengenai Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) yang mengintegrasikan tata kelola perlindungan Pekerja Migran dalam tata kelola pemerintahan desa. Peraturan Bupati No. 3/2017 merupakan peraturan daerah pelaksana pertama di Indonesia terkait perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Sementara itu, Direktur Instrumen HAM, Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham) menyampaikan bahwa sesuai tugas dan fungsinya, Kemkumham bertugas untuk melakukan penyelarasan Konvensi dengan hukum Nasional; mencegah migrasi illegal dan undocumented; melakukan diseminasi terkait hak-hak pekerja migran; dan pengawasan imigrasi Pekerja Migran Asing. "Terkait dengan perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Kemkumham bekerja sama dengan BNP2TKI dan Kemnaker berkewajiban untuk memastikan keamanan setiap Pekerja Migran Indonesia yang berangkat," lanjutnya.
Kegiatan Sosialisasi dan Jaring Masukan Daerah tersebut diselenggarakan atas kerja sama Kementerian Luar Negeri dengan Yayasan Kesehatan untuk Semua, Lembata. Kegiatan ini merupakan perwujudan dari Aksi HAM Nasional 2017 dan bertujuan untuk melengkapi laporan inisial Indonesia terhadap Implementasi International Convention on the Protection of the Rights of Migrant Workers and Members of their Family (ICMW), khususnya terkait perkembangan perlindungan pekerja migran di lapangan. Pertemuan dihadiri oleh 75 peserta yang berasal dari kalangan legislatif, perwakilan instansi pusat dan daerah, Civil Society Organizations, tokoh-tokoh masyarakat termasuk perwakilan gereja paroki serta para komunitas pekerja migran.
"Laporan Inisial Indonesia akan memuat berbagai capaian, tantangan, serta upaya-upaya yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam melindungi Pekerja Migran Indonesia di luar negeri dan Pekerja Asing di Indonesia", papar Kasubdit Hak-Hak Ekonomi, Sosial Budaya, dan Pembangunan Kementerian Luar Negeri.
Terkait kebijakan perlindungan Pekerja Migran Indonesia ke Luar Negeri, salah satu kebijakan unggulan Kementerian Ketenagakerjaan adalah Desa Migran Produktif (Desmigratif) yang bertujuan menghasilkan Desa pekerja migran yang produktif secara ekonomi. Hal ini dihasilkan melalui pemanfaatan desa sebagai pusat informasi migrasi dan pusat produksi; community parenting; penyediaan Lembaga Keuangan Desa (LKD)/Koperasi Desa; dan pendataan Pekerja Migran. "Desmigratif bisa disandingkan guna melengkapi aspek perlindungan Desbumi yang ditetapkan oleh Bupati Lembata," ungkap Kasubdit Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, mewakili Direktur Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Kemenaker.
"Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SISKOTKLN) telah mengintegrasikan seluruh proses keberangkatan Pekerja Migran Indonesia ke dalam satu database. Akan sangat baik jika Pemerintah Daerah bisa membangun Layanan Terpadu Satu Pintu di masing-masing daerahnya untuk mempermudah migrasi dan mencegah migrasi non-prosedural," tutur Direktur Penyiapan dan Pembekalan Pemberangkatan BNP2TKI.
Tidak hanya wakil Pemerintah, Migrant Care selaku perwakilan Masyarakat Madani juga hadir sebagai salah satu pembicara dalam kegiatan ini untuk menyampaikan mengenai perspektif Masyarakat Sipil terkait tantangan dan capaian Pemri dalam Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Adapun salah satu tantangan utama yang diangkat adalah mengenai harmonisasi peraturan Perundang-Undangan melalui revisi UU. 39/2004 yang hingga saat ini dianggap masih memfasilitasi monopoli migrasi oleh swasta.
Di sisi lain, Migrant Care menekankan pentingnya pendataan keberangkatan dari unit terkecil yaitu Desa dan mengapresiasi lahirnya berbagai peraturan daerah terkait perlindungan Pekerja Migran yang berperspektif HAM. Selain lembata, 5 peraturan daerah lainnya yaitu Wonosobo, Lombok Tengah, Kebumen, Banyuwangi, dan Jember.
Pertemuan menghasilkan suatu dokumen komitmen dan catatan bersama perlindungan Pekerja Migran di Lembata yang ditandatangani oleh Wakil Bupati Lembata, Ketua DPRD Lembata, Perwakilan Yayasan Kesehatan untuk Semua, Perwakilan Pemuka Agama setempat, dan kelima narasumber yang hadir. Isi dokumen dimaksud antara lain komitmen untuk mewujudkan amanat Perda 20/2015, terutama terkait pembangunan Layanan Terpadu Satu Atap, Kantor Imigrasi di Kabupaten Lembata, Balai Latihan Kerja, dan perluasan Desa Peduli Buruh Migran. Penandatanganan ini menunjukkan komitmen tinggi dari pemangku kepentingan di Lembata.
Pertemuan mengapresiasi inisiatif Kemlu yang bekerja sama dengan YKS dalam penyelenggaraan sosialisasi terkait perlindungan pekerja migran, khususnya dengan menghadirkan seluruh instansi pusat terkait yaitu Kemenaker, BNP2TKI, Kemkumham, dan Kemlu.
Sebagaimana diketahui, Indonesia telah meratifikasi ICMW melalui UU No. 6/2012. Sebagai bentuk pemenuhan kewajiban HAM internasional ini, Indonesia telah menyusun laporan inisial terkait implementasi ICMW yang telah diserahkan kepada Komite Pekerja Migran PBB (CMW) pada bulan Mei 2017 lalu. Selanjutnya, dialog guna membahas laporan Indonesia akan dilaksanakan pada 5-6 September 2017 di Kantor PBB di Jenewa.
Serangkaian Kegiatan Sosialisasi dan Jaring Masukan Daerah terkait isu-isu HAM terkini diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri guna reaching out dan mendiseminasikan informasi terkait kebijakan dan prakarsa isu HAM di tingkat nasional dan global, meningat karakter geografis dan populasi Indonesia yang besar.
#Gan/Direktorat HAM dan Kemanusiaan
Lebih lanjut, beliau menjelaskan mengenai isi Perda 20/2015 yang mengatur: pola migrasi dan hak-hak fundamental berbasis HAM yang sejalan dengan kewajiban dalam Konvensi; rumah pelayanan perantau dan rumah singgah di nunukan; dan penyelenggaraan BLK. Secara spesifik, Perda juga mengatur mengenai Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) yang mengintegrasikan tata kelola perlindungan Pekerja Migran dalam tata kelola pemerintahan desa. Peraturan Bupati No. 3/2017 merupakan peraturan daerah pelaksana pertama di Indonesia terkait perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Sementara itu, Direktur Instrumen HAM, Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham) menyampaikan bahwa sesuai tugas dan fungsinya, Kemkumham bertugas untuk melakukan penyelarasan Konvensi dengan hukum Nasional; mencegah migrasi illegal dan undocumented; melakukan diseminasi terkait hak-hak pekerja migran; dan pengawasan imigrasi Pekerja Migran Asing. "Terkait dengan perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Kemkumham bekerja sama dengan BNP2TKI dan Kemnaker berkewajiban untuk memastikan keamanan setiap Pekerja Migran Indonesia yang berangkat," lanjutnya.
Kegiatan Sosialisasi dan Jaring Masukan Daerah tersebut diselenggarakan atas kerja sama Kementerian Luar Negeri dengan Yayasan Kesehatan untuk Semua, Lembata. Kegiatan ini merupakan perwujudan dari Aksi HAM Nasional 2017 dan bertujuan untuk melengkapi laporan inisial Indonesia terhadap Implementasi International Convention on the Protection of the Rights of Migrant Workers and Members of their Family (ICMW), khususnya terkait perkembangan perlindungan pekerja migran di lapangan. Pertemuan dihadiri oleh 75 peserta yang berasal dari kalangan legislatif, perwakilan instansi pusat dan daerah, Civil Society Organizations, tokoh-tokoh masyarakat termasuk perwakilan gereja paroki serta para komunitas pekerja migran.
"Laporan Inisial Indonesia akan memuat berbagai capaian, tantangan, serta upaya-upaya yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam melindungi Pekerja Migran Indonesia di luar negeri dan Pekerja Asing di Indonesia", papar Kasubdit Hak-Hak Ekonomi, Sosial Budaya, dan Pembangunan Kementerian Luar Negeri.
Terkait kebijakan perlindungan Pekerja Migran Indonesia ke Luar Negeri, salah satu kebijakan unggulan Kementerian Ketenagakerjaan adalah Desa Migran Produktif (Desmigratif) yang bertujuan menghasilkan Desa pekerja migran yang produktif secara ekonomi. Hal ini dihasilkan melalui pemanfaatan desa sebagai pusat informasi migrasi dan pusat produksi; community parenting; penyediaan Lembaga Keuangan Desa (LKD)/Koperasi Desa; dan pendataan Pekerja Migran. "Desmigratif bisa disandingkan guna melengkapi aspek perlindungan Desbumi yang ditetapkan oleh Bupati Lembata," ungkap Kasubdit Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, mewakili Direktur Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Kemenaker.
"Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SISKOTKLN) telah mengintegrasikan seluruh proses keberangkatan Pekerja Migran Indonesia ke dalam satu database. Akan sangat baik jika Pemerintah Daerah bisa membangun Layanan Terpadu Satu Pintu di masing-masing daerahnya untuk mempermudah migrasi dan mencegah migrasi non-prosedural," tutur Direktur Penyiapan dan Pembekalan Pemberangkatan BNP2TKI.
Tidak hanya wakil Pemerintah, Migrant Care selaku perwakilan Masyarakat Madani juga hadir sebagai salah satu pembicara dalam kegiatan ini untuk menyampaikan mengenai perspektif Masyarakat Sipil terkait tantangan dan capaian Pemri dalam Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Adapun salah satu tantangan utama yang diangkat adalah mengenai harmonisasi peraturan Perundang-Undangan melalui revisi UU. 39/2004 yang hingga saat ini dianggap masih memfasilitasi monopoli migrasi oleh swasta.
Di sisi lain, Migrant Care menekankan pentingnya pendataan keberangkatan dari unit terkecil yaitu Desa dan mengapresiasi lahirnya berbagai peraturan daerah terkait perlindungan Pekerja Migran yang berperspektif HAM. Selain lembata, 5 peraturan daerah lainnya yaitu Wonosobo, Lombok Tengah, Kebumen, Banyuwangi, dan Jember.
Pertemuan menghasilkan suatu dokumen komitmen dan catatan bersama perlindungan Pekerja Migran di Lembata yang ditandatangani oleh Wakil Bupati Lembata, Ketua DPRD Lembata, Perwakilan Yayasan Kesehatan untuk Semua, Perwakilan Pemuka Agama setempat, dan kelima narasumber yang hadir. Isi dokumen dimaksud antara lain komitmen untuk mewujudkan amanat Perda 20/2015, terutama terkait pembangunan Layanan Terpadu Satu Atap, Kantor Imigrasi di Kabupaten Lembata, Balai Latihan Kerja, dan perluasan Desa Peduli Buruh Migran. Penandatanganan ini menunjukkan komitmen tinggi dari pemangku kepentingan di Lembata.
Pertemuan mengapresiasi inisiatif Kemlu yang bekerja sama dengan YKS dalam penyelenggaraan sosialisasi terkait perlindungan pekerja migran, khususnya dengan menghadirkan seluruh instansi pusat terkait yaitu Kemenaker, BNP2TKI, Kemkumham, dan Kemlu.
Sebagaimana diketahui, Indonesia telah meratifikasi ICMW melalui UU No. 6/2012. Sebagai bentuk pemenuhan kewajiban HAM internasional ini, Indonesia telah menyusun laporan inisial terkait implementasi ICMW yang telah diserahkan kepada Komite Pekerja Migran PBB (CMW) pada bulan Mei 2017 lalu. Selanjutnya, dialog guna membahas laporan Indonesia akan dilaksanakan pada 5-6 September 2017 di Kantor PBB di Jenewa.
Serangkaian Kegiatan Sosialisasi dan Jaring Masukan Daerah terkait isu-isu HAM terkini diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri guna reaching out dan mendiseminasikan informasi terkait kebijakan dan prakarsa isu HAM di tingkat nasional dan global, meningat karakter geografis dan populasi Indonesia yang besar.
#Gan/Direktorat HAM dan Kemanusiaan
No comments:
Post a Comment