Yangon, Pikiranrakyat News---
Negara bagian Rakhine di Myanmar kembali bergolak. Sekitar 1.000 warga Rohingya yang kabur dari Rakhine telah dicegat di perbatasan dengan Bangladesh. Otoritas Bangladesh menolak untuk menerima warga muslim Rohingya tersebut. Di negeri itu, telah terdapat ratusan ribu pengungsi Rohingya dan sebanyak 87 ribu pengungsi Rohingya telah tiba sejak gelombang kekerasan pada Oktober 2016 lalu.
Dikatakan Mohammad Ali Hossain, wakil komisaris distrik Cox's Bazar, Bangladesh, dekat perbatasan Myanmar, sekitar 1.000 warga Rohingya tiba di Sungai Naf yang memisahkan Myanmar dan Bangladesh. Mereka terombang-ambing di sana setelah dilarang masuk ke wilayah Bangladesh.
"Banyak orang Rohingya yang mencoba masuk ke negara ini, namun kami memiliki kebijakan toleransi nol -- tak seorang pun yang akan diizinkan (masuk)," ujar Hossain seperti dilansir kantor berita Reuters, Sabtu (26/8).
Ini terjadi setelah serangan-serangan yang dilancarkan para militan Rohingya di Rakhine pada Jumat (25/8) lalu. Militer Myanmar menyatakan, jumlah korban jiwa akibat serangan-serangan tersebut telah bertambah menjadi 89 orang, yang terdiri dari 77 militan dan 12 aparat keamanan Myanmar.
Serangan-serangan tersebut menandai eskalasi dramatis dalam konflik di Rakhine yang sempat mereda sejak serangan-serangan serupa pada Oktober 2016 lalu, yang memicu operasi militer besar-besaran.
Pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi mengutuk serangan-serangan militan di Rakhine pada Jumat (25/8) dini hari tersebut. Dalam insiden itu, para militan Rohingya yang bersenjatakan bom-bom rakitan, senjata api dan pentungan menyerang 30 kantor polisi dan sebuah pangkalan militer.
Kelompok Tentara Keselamatan Rohingya Arakan, ARSA, mengklaim bertanggung jawab atas serangan-serangan pada Jumat tersebut. Kelompok pemberontak Rohingya itu bahkan mengancam akan adanya serangan-serangan berikut. ARSA, kelompok yang sebelumnya dikenal sebagai Harakah al-Yaqin juga melakukan serangan-serangan di Rakhine pada Oktober 2016.
Menurut Kelompok Krisis Internasional, ARSA dibentuk oleh warga Rohingya yang tinggal di Arab Saudi menyusul serangkaian kekerasan masyarakat di Myanmar pada tahun 2012.
Pemimpin ARSA, Ata Ullah, mengatakan bahwa ratusan pria muda Rohingya telah bergabung ke kelompok tersebut. ARSA mengklaim pihaknya melakukan perlawanan sah terhadap militer Myanmar dan demi membela HAM warga Rohingya.#007/detiknews.com
No comments:
Post a Comment