Padang, Pikiranrakyatnews.my.id
Semua orang terdampak dan rentan ketika menghadapi bencana akibat perubahan iklim. Terutama pada kelompok perempuan (lansia, orang muda, anak dan disabilitas), mereka merupakan kelompok paling rentan dan berisiko terhadap perubahan iklim.
Berdasarkan data dari UN Women, perempuan dan anak-anak memiliki risiko hingga 14 kali lebih tinggi daripada laki-laki dalam bencana alam yang dipicu oleh perubahan iklim, seperti angin topan, banjir bandang, banjir, longsong, badai dan kekeringan.
Untuk itu, PKBI sumbar dalam Program Vicra mengelar kegiatan “Diskusi Serial Petani Perempuan Pengarusutamaan Gender dan Inklusi Sosial di Sektor Pertanian” 16 Desember 2022 bertempat di Aula Nagari Padang Toboh Ulakan, Ulakan Tapakis.
“Sudah saatnya kita mengubah pola pikir tentang perempuan sebagai objek atau korban (krisis iklim) semata. Saatnya perempuan diberi ruang, diapresiasi, dan ditingkatkan kapasitasnya dalam pengambilan keputusan mengenai iklim terutama di Sektor Pertanian. Karena, perempuan memegang peran penting sebagai agen perubahan dalam menciptakan ketahanan pangan keluarga” ujar Suci Kurnia Sari selaku Koordinator Program VICRA, PKBI Sumbar, baru-baru ini.
Menurut Ali Waldana selaku Wali Nagari Kampuang Galapuang, perlu kesetaraan gender dalam bidang pertanian karena perempuan adalah penyangga Rumah Tangga. Selama ini perempuan tergolong kaum marginal atau terpinggirkan. Misalnya dari segi upah sebagai buruh tani, upah perempuan lebih rendah dari laki-laki.
Saat ini, ketahanan pangan menjadi isu global, di Nagari banyak peristiwa gagal panen yang cukup mengkhawatirnya (perubahan pola tanam). Jika dulu ada lumbung padi, sekarang sudah tidak ada. Ketika terjadi gagal panen, keluarga akan membeli beras dan pengeluaran keluarga akan semakin tinggi” ujarnya.
Narasumber dalam kegiatan ini adalah Tanti Herida dari LP2M, menjelaskan bahwa “Keterlibatan perempuan dalam setiap kegiatan ibarat “mentimun bungkuk”, dimana secara kuantitas keterlibatan perempuan sangat rendah. Sehingga kehadiran mereka terkadang dianggap “tidak ada”. Perempuan mendapatkan ketidakadilan dari budaya yang tertanam kuat dalam masyarakat. Namun bisa mendapatkan ketidakadilan ganda jika perempuan tersebut juga tergolong difabel (disabilitas atau berkebutuhan khusus).
Selain itu, Bahri selaku Wali Nagari Padang Toboh mengucapkan terimakasih kepada PKBI Sumbar yang sudah menfasilitasi kegiatan diskusi untuk kelompok petani perempuan. Harapannya, kegiatan ini menjadi ilmu pengetahuan baru bagi peserta dan berpartisipasi secara aktif supaya bisa dipraktikkan dengan baik dan membagikannya dengan perempuan lainnya.
Dampak terkait gender ini sangat dipengaruhi oleh sistem dan juga norma sosial budaya. Dalam perspektif global, perempuan berada dalam posisi yang lebih lemah daripada laki-laki dalam hal sumber daya, pengambilan keputusan, teknologi, dan pelatihan yang akan meningkatkan kemampuan adaptasi mereka terhadap perubahan iklim. Perempuan cenderung memiliki akses yang lebih sedikit ke informasi kebencanaan karena kemungkinan besar mereka memiliki literasi tentang perubahan iklim yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.
Di banyak masyarakat, perempuan dewasa dan anak-anak perempuan cenderung memiliki tuntutan peran sebagai pengasuh dalam rumah tangga, sehingga mencegah mereka meninggalkan rumah dan menempatkan mereka pada pilihan mobilitas yang sangat terbatas. Perempuan harus berperan penting sebagai agen perubahan dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi strategi adaptasi terhadap perubahan iklim. Alih-alih memandang mereka hanya sebagai korban, kita harus menangani masalah ini secara serius dalam kerangka pengarusutamaan gender. Tidak hanya memberdayakan perempuan, tetapi juga melantangkan suara mereka sebagai pegiat adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.PR-08
No comments:
Post a Comment