Prof Asasriwarni : Hari Raya Kurban, Perbedaan Jadi Rahmat - Pikiran Rakyat News

Breaking

Thursday, June 22, 2023

Prof Asasriwarni : Hari Raya Kurban, Perbedaan Jadi Rahmat

                                                                Prof. Dr. Asasriwarni

Padang, Pikiranrakyatnews.my.id
Kendati terjadi perbedaan penetapan 1 Dzulhijjah 1444 H tahun 2023 dan pelaksanaan Shalat Idul Adha antara Pemerintah dengan salah satu ormas Islam, namun tak mengurangi khidmat dan makna pelaksanaan ibadah tersebut.

Hal itu ditegaskan Guru Besar Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang, Prof. Dr. Asasriwarni yang juga pengurus Majelis Ulama Indonesa (MUI) Pusat dan Ketua Dewan Pertimbangan MUI Sumbar.

Disebutkannya, semua pihak harus saling menghormati dan tetap menjalankan ibadah kurban tersebut sebaik-baiknya. Lebih jauh disebutkan, tak ada masalah perbedaan itu, bahkan perbedaan itu bisa menjadi rahmat bila disikapi secara baik. Perbedaan penetapan 1 Dzulhijjah itu bukan hal yang baru namun sudah berlangsung cukup lama.untuk saat ini Kemenag RI memberlakukan dua metode yakni hisab dan rukyat untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan. Dalam buku agenda Kementerian Agama 1950-1952, sidang isbat untuk menentukan 1 Ramadhan dilakukan setiap tanggal 29 Sya’ban dan tanggal 1 Zulhijjah, tanggal 29 Zulkaidah.Kemudian diperkuat lagi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat lewat Fatwa Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.

Dikatakannya, isi fatwa MUI tersebut, 1. Penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyat dan hisab oleh Pemerintah RI c.q. Menteri Agama dan berlaku secara nasional, 2. Seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah, 3. Dalam menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam dan Instansi terkait. Lalu,
4. Hasil rukyat dari daerah yang memungkinkan hilal dirukyat walaupun di luar wilayah Indonesia yang mathla'-nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI.

Dijelaskannya, banyak orang yang kurang paham antara wuquf di Arafah dan Puasa Arafah bahkan menyamakannya. Harus dibedakan antara wukuf di Arafah dan puasa Arafah. Wukuf adalah ibadah yang pelaksanaanya terkait dengan tempat dan waktu.Artinya bila wukuf wajib di Arafah. Sedangkan Puasa Arafah, waktunya harus tanggal 9 Dzulhijjah waktu Arab Saudi. Sementara Puasa Arafah adalah ibadah yang pelaksananya hanya terkait dengan waktu, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah yang tidak terkait dengan tempat. Bisa di mana saja.

Jadi tak benar kalau kemudian dikaitkan dengan Arafah sebagai tempat puasa Arafah tersebut. Pelaksanaan puasa Arafah mengikuti waktu setempat. Misal di Indonesia ya berlaku kalender hijriah Indonesia.

'"Justru salah kalau kita mengikuti Arab Saudi karena bedanya dengan Jakarta 4 jam. Tak satupun Kitab fiqih klasik dan kontemporer yang menyatakan bahwa negara di luar Arab Saudi wajib mengikuti Arab Saudi dalam melaksanakan ibadah-ibadah bulan Dzulhijjah baik puasa sunatnya, salat I'dnya maupun kurbannya,"ulas Asasriwarni.

Menuruutnya, berkurban ini memang sunat muakad namun wajib bagi orang yang mampu. Setiap helai bulu hewan kurban tersebut mengandung kebaikan sehingga bisa dibayangkan berapa banyak kebaikan yang bakal diterima bagi peserta kurban.Sementara, menurut istilah qurban yakni penyembelihan hewan dengan tujuan beribadah kepada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah dan tiga hari tasyrik setelah 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.PR-09





No comments:

Post a Comment

SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS